LOLOS SELEKSI.
Entah kenapa pagi itu, sebelum berangkat ke sekolah
aku memasukan sepatu sepak bola ke dalam tasku. Sebenarnya bukan tanpa alasan
aku memasukan sepatu bolaku ke dalam tas, alasana pertamaku yaitu, karena hari
itu juga hari di mana ada jadwal pelajaran olahraga. Kalau untuk alasan ada
pelajaran olahraga, mungkin kurang cocok. Karena pelajaran olahraga enggak
selalu bermain sepak bola, bisa saja bermain voli, bulu tangkis atau senam. Terus
alasan yang kedua ini, yang sebenarnya masuk akal, yaitu kemarin sebelum jam
pulang sekolah, ketua kelas mengumumkan bahwa besok akan ada seleksi pemain
sepak bola. Untuk mewakili tim sekolah diajang liga pelajar se-kota tingkat SMP
sederajat.
Aku yang sebenarnya sedikit ragu dengan cara bermain
sepak bolaku, tidak begitu yakin akan ikut seleksi. Tapi entah kenapa pagi itu,
tanpa ada persiapan sebelumnya, aku begitu yakin pagi itu untuk ikut seleksi.
Sesampainya aku di sekolah, aku tidak memberi tahu
teman-temanku. Dan saat jam pelajarana olahraga, baru aku mengeluarkan sepatu
bolaku dan memberi tahu kepada teman-temanku, bahwa aku juga akan ikut seleksi
juga.
Setelah sampai di lapangan desa Sogaten, lapangan
sepak bola yang deket dengan sekolahanku. Aku langsung memakai sepatu, lalu
berbaris bersama teman-teman lainya untuk mengikuti arahan dari guru olahraga.
Saat pembagian tim, aku berada di tim A. Tanpa ada
kordinasi, semua memilih tempatnya masing-masing dengan sesuka hati. Karena
seleksinya diikuti seluruh siswa se-SMP, maka aku banyak juga yang belum kenal
dengan teman satu timku itu.
Awalnya aku bingung, mau memilih berada di posisi
mana, setelah melihat-lihat akhirnya aku memilih posisi penyerang sayap kiri.
Setelah semuanya siap, dan guru olahraga melihat kondisi tim A dan tim B,
akhirnya pertandingan seleksipun di mulai.
Aku sering teriak kepada teman-temanku satu tim
bahwa posisiku kosong tidak dikawal oleh pemain lawan. “Woy-woy, kosong,
kosong.” Teriakanku kencang dengan mengacungkan tangan untuk memberi tahu
posisiku yang tanpa pengawlan dari tim lawan itu kepada teman setimku yang menggiring
bola.
Ketika aku mendapatkan bola dari operan temanku, aku
mencoba menggiring bolanya ke arah gawang lawan. Ketika aku mengirm umpan ke
depan gawang, ternyata tidak tepat sasaran kepada teman setimku.
Karena tidak tepat sasaran, tim lawan mencoba
membangun serangannya, aku yang tidak ingin kalah. Akhirnya aku terpaksa
membantu pertahanku, ketika aku berebut bola dengan tim B, dan kebetulan yang
kurebut bolanya adalah teman sekelasku.
Ketika saling berebut bola, dan saling adu kecepatan
lari. Aku sedikit kalah dengannya, tapi aku berhasil menghalanginya untuk
memberikan umpan kepada temannya. Saat bola berhasil kurebut darinya, dan
mencoba mengiring bola. Aku mendapat pressing ketat oleh orang yang kurebut
bolanya tadi yaitu temanku sekelas.
Saat aku menguasai bolanya, dia mencoba merebutnya
dengan cara sedikit mendorong-dorongku. Saat aku ajak dia berlari, aku yang
sedikit kecil darinya, dia mendorongku dan aku terjatuh. Saat aku jatuh, aku
tidak berpura-pura sakit seperti pemain-pemain bintang di Eropa yang kesenggol
sedikit jatuh, dan protes kepada wasit.
Beda dengan diriku, aku langsung bangkit dan
mengejar lawan yang berhasil mengambil bola dariku. Usahaku akhirnya tidak
sia-sia, aku berhasil merebutnya kembali dan langsung ke passing ke temanku
yang lainnya.
Tak terasa, tiba-tiba guru olahraga meniup peluit
berakhirnya pertandingan seleksi. Dan disuruhnya seluruh pemain seleksi duduk
berbaris dua dihadapannya. Setelah semua berkumpul, aku tidak tahu jika yang
akan lolos dan mewakili tim sepak bola SMP diumumkan hari itu juga setelah
selesai pertandingan.
Aku yang sedikit dag-dig-dug detak jantungku karena
sedikit lelah, mencoba mendengarkan siapa saja yang akan lolos selanjutnya.
Ketika satu persatu nama disebutkan, aku biasa saja. Ketika jumlahnya sudah
lebih dari 15 orang dan tinggal satu nama lagi, aku tidak berharap lebih. Tapi
entah kenapa aku seperti beruntung, ketika aku jatuh tadi dan mencoba merebut
bolanya lagi dan berhasil merbutnya. Guru olahraga merasa aku mempunyai
semangat lebih, dan nama terakhir yang lolos dan akan mewakili tim SMP adalah
aku, yaitu Agusta Permana.
Aku yang sedikit terkujut, mengepresikan wjah datar
dan sedikit senyuman ketika teman-teman yang lainnya menatapku. Dan yang
sebenarnya aku sangat bergembira dan ingin berteriak mengatakan “Hore!!!”